]] Dynamic Blog: Inilah Suap yang Dibolehkan Agama

Rabu, 16 Mei 2012

Inilah Suap yang Dibolehkan Agama



Diriwayatkan dari
Abdullah bin Amru, ia berkata,
“Rasulullah melaknat pemberi suap
dan penerima suap.” (HR Ahmad,
Adu Daud, Ibnu Majah, Tirmizi, al-
Hakim, dan al-Baihaqi). Para ulama bersepakat, suap-menyuap
diharamkan dan merupakan dosa
besar yang pelakunya mendapatkan
laknat dari Rasulullah.



Allah SWT menegaskan hal itu dalam
Alquran, “Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang
lain di antara kamu dengan jalan
yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan
sebagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan ber
buat) dosa, padahal kamu
mengetahui.” (QS al- Baqarah [2]:
188).

Dalam ayat lain Allah menyatakan,
“Mengapa orang-orang alim mereka,
pendeta-pendeta mereka tidak
melarang mereka mengucap kan
perkataan bohong dan memakan
yang haram? Sesungguhnya, amat buruk apa yang telah mereka
kerjakan itu.” (QS al-Maidah [5]: 63).
Imam al-Thabari dalam tafsirnya
menjelaskan, yang dimaksud
memakan yang haram dalam ayat di
atas adalah risywah (suap- menyuap).

Adapun yang dibolehkan oleh
jumhur ulama adalah memberikan
suap untuk mendapatkan haknya
atau untuk mencegah kezaliman atas
dirinya. Dan, ini hanya dibolehkan
bagi yang memberi, sedangkan bagi yang menerima suap tersebut maka
hukumnya tetap haram dan tidak
ada seorang pun ulama yang
membolehkannya.

Jadi, syarat untuk dibolehkannya
seseorang membayar suap kepada
seseorang. Pertama, dia
membayarnya untuk mendapatkan
haknya atau untuk mencegah
kezaliman atas dirinya sedangkan jika ia membayarnya untuk
mengambil yang bukan haknya, itu
merupakan dosa besar. Kedua, tidak
ada jalan lain untuk mendapatkan
hak atau mencegah kezaliman itu
kecuali melalui suap tersebut.

Sebagai umat Islam yang menjadikan
Alquran dan sunah Nabi Muhammad
SAW sebagai pegangan hidup kita,
tentunya kita selalu mengembalikan
segala sesuatu kepada keduanya
agar hidup kita selamat di dunia dan di akhirat. Bukan sebaliknya,
mengacu pada pendapat orang
bertentangan dengan keduanya.

Selama pendapat para ulama itu ada
dalilnya dan tidak bertentangan
dengan Alquran dan sunah, kita
boleh mengikutinya, tapi sebaliknya,
jika bertentangan, kita tidak boleh
mengikutinya. Para ulama Islam juga selalu menegaskan bahwa umat
Islam harus selalu berpegangan
kepada Alquran dan sunah.

Imam Syafii mengatakan, “Jika suatu
hadis itu sahih, itulah mazhabku.”

Dan, Imam Malik menegaskan,
“Setiap orang ucapannya bisa
diambil atau ditinggalkan, kecuali
orang yang ada di dalam kubur ini
sambil menunjuk ke arah kuburan
Nabi Muhammad SAW.” Wallahu a’lam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar