]] Dynamic Blog: Orang Belanda Suka Pandawa Lima Karena Falsafah Hidup

Minggu, 15 Juli 2012

Orang Belanda Suka Pandawa Lima Karena Falsafah Hidup

TRIBUNNEWS.COM - Usaha turun menurun ternyata tidak dapat dipisahkan dengan Sukiman Surojo. Seorang pengusaha sekaligus pengrajin kulit kerbau di Yogyakarta, yang sedang memamerkan produknya di pameran Jakarta Fair, Kemayoran, Jakarta.
"Ini usaha dari orangtua, dari dulu kami membuat wayang dan suvenir dari kulit binatang," ujar Surojo, pemilik kerajinan kulit Maju Jaya yang menggeluti pembuatan wayang sejak usia 15 tahun.
Produk yang dihasilkan pria kelahiran 20 Oktober 1965 ini terbilang lumayan banyak, seperti wayang, kipas, gantungan kunci, pembatas buku, mainan anak, kaligrafi, dan hiasan-hiasan yang cocok untuk souvenir di kios miliknya, Maju Rahayu, Jalan Demangan Baru nomor 65, Yogyakarta.
Semua produk miliknya menggunakan bahan kulit kerbau, sapi, dan kambing. Namun ada beberapa wayang yang memakai kulit kerbau agar lebih kuat, meskipun harga lebih mahal. Bahkan Surojo membuat wayang berlapis emas atau perak.
"Saya juga menerima pesanan. Pesanan paling banyak dari Jakarta,
untuk souvenir pernikahan, seperti gantungan kunci, pembatas buku, dan kipas," jelas Surojo.
Meski hanya menggunakan kulit binatang, produk Surojo sampai melanglang negara lain. Seperti Belanda, Jepang, Arab, Malaysia, dan Singapura.
"Orang Belanda suka wayang Pandawa Lima karena falsafah hidupnya yang jujur, Arab lebih suka kaligrafi, kalau Malaysia dan Singapura sukanya kipas," kata pria yang dapat menyelesaikan wayang dan detailnya yang berukuran 80 sentimeter hanya dua hari saja.
Jika Anda tertarik membeli produk Surojo, sambangi Hall C di stan D.I. Yogyakarta. Dengan mengeluarkan kocek Rp 10 ribu - ratusan ribu, Anda dapat memiliki kerajinan kulit yang menarik ini.
"Kalau di show room saya yang di Pasar Seni Gabusan ada kursus membuat wayang dengan ukuran kecil, biayanya Rp 10 ribu per dua jam, hasilnya bisa langsung dibawa pulang," imbuhnya.
Jika Anda sedang berlibur di Kota Gudeg, ajak anak-anak belajar membuat wayang, sekaligus mengenalkan budaya sendiri, di Room Maju Jaya di Pasar Seni Gabusan, los 2/24, Jalan Parangtritis Km 9,5 Bantul, Yogyakarta. Daftar saja ke 087-3811-
Menurut bintang film 'Sang Pencerah' ini ia berperan sebagai H Aminullah ayah dari Samihi. Memet mau menerima peran itu karena menurutnya cerita filmnya bagus di angkat dari kisah nyata dan proses pembuatan filmnya tidak terlalu sulit.
" Saya denger Mas Erwin ingin bikin film ini dari novelnya dia, dari Mas Erwin saya berperan sebagai bapaknya anak-anak itu. Prosesnya nggak terlalu ribet yah karena aku juga udah kenal Mas Erwin cukup lama udah gitu ceritanya bagus nggak ada halangan untuk gue itu masuk," ujarnya.
Meskipun para pemain di film ' Rumah di Seribu Ombak' merupakan artis-artis pendatang baru, Memet mengaku tidak kesulitan beradu akting dengan yuniornya. Malah Memet mengaku senang berbagi ilmu dan pengalamannya sebagai artis kepada yuniornya itu.
" Kesulitan secara mendasar sih nggak ada yah kebanyakan dari mereka adalah pemain baru yang perlu banyak adaptasi, mereka baru pertama kali didepan kamera, dan proses syuting itu sendiri punya waktu yang nggak terlalu panjang. Ngobrol sama mereka gitu. Gue sebenernya dengan ama anak-anak karena masih baru karena mereka cukup fresh, semua yang keluar adalah spontan. Sesuatu yang ingetin gue bagaimana akting yang bagus adalah akting yang natural. Mereka cukup banyak tanya yah ini gimana-ini gimana," pungkasnya sambil tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar