]] Dynamic Blog: Dampak Internet: Serbia Hancur Libya Bersyukur

Minggu, 08 Juli 2012

Dampak Internet: Serbia Hancur Libya Bersyukur

TRIBUNNEWS.COM - Fenomena social media (antara lain Facebook, Twitter, blog, dan Youtube) menyita perhatian peserta II World Media Summit di gedung World Trade Center, Moskow, 5-7 Juli 2012.
Panitia dan presidium yang dipimpin kantor berita Rusia, Itar-Tass, pun memberikan perhatian besar kepada isu social media mengingat pengaruhnya yang besar pada profesi jurnalis atau wartawan maupun media massa tempat mereka bekerja.
Pada sesi diskusi, muncul pengalaman yang sangat kontras terkait social media dan dampak internet kepada media massa tradisional secara umum.
Pada forum yang dihadiri sekitar 300 CEO dan pimpinan puncak kantor berita, portal berita online, radio, dan televisi dari 102 negara itu, seorang wakil dari Serbia menngungkapkan cerita menyedihkan mengenai nasib wartawan dan media tradisional.
Sebaliknya,
delegasi dari Libya secara berapi-api berbicara di forum mengenai betapa rakyat Libya sangat berterima kasih pada internet dan social media.
Dua kali perlawanan rakyat kepada rezim Qhadafi di negeri Afrika itu namun dua kali itu juga dengan gampang bisa dipadamkan. Tapi dengan internet dan sosial media, revolusi terakhir akhirnya bisa menumbangkan Qhadafi dan rezimnya.
Fenomena sosial media memang seperti pedang bermata dua. Dia baik, tapi juga bisa mematikan. Pengalaman Serbia dan Libya adalah contoh paling aktual.
Di Serbia, internet (termasuk sosial media di dalamnya) membuat media tradisional mati langkah, seperti juga di banyak negara Eropa lainnya.
Karena internet menjadi kanal baru mendapatkan informasi, media cetak di Serbia anjlok oplagnya, disusul anjloknya pendapatan iklan.
Dampak internet belum berhenti sampai di situ. Pada saat oplag turun, redaksi semestinya bisa menyajikan liputan eksklusif untuk mendongkrak jumlah pembaca tapi itu juga tidak bisa dilakukan. Yang terjadi malah pemangkasan jumlah wartawan sehingga banyak jurnalis kehilangan pekerjaan.
Langkah pemecetan wartawan disertai pemangkasan anggaran redaksi sehingga surat kabar tradisional tidak lagi bisa menghasilkan berita eksklusif.
"Semua berita seperti press release. Tidak ada berita eksklusif," kata delegasi Serbia tersebut.
Cerita di Libya adalah sisi terindah internet. Sebelum ini, penguasa Libya mempertahankan kekuasaan dengan menyetir media massa tradisional.
Walhasil, seperti biasa, rakyat mendapatkan informasi yang sudah disensor, sementara kanal alternatif tidak tersedia.
Hal itu berlangsung bertahun-tahun sampai internet datang sebagai "jendela baru" sumber informasi rakyat Libya.
Internet lalu berkembang dengan cepat bukan cuma sebagai sumber informasi, tapi juga sebagai alat solidaritas sosial-politik yang bersifat serentak, seketika, dan massal.
"Kami berterima kasih kepada internet," kata delegasi Libya. "Kami juga berterima kasih kepada Al Jazeera."
Al Jazeera adalah jaringan berita televisi internasional yang bermarkas di Doha, Qatar. Sejak Perang Irak 2003, Al Jazeera semakin mengukuhkan dirinya sebagai sumber informasi utama rakyat Arab.
Bagi sebagian rakyat Arab, Al Jazeera adalah pahlawan --seperti halnya internet bagi rakyat Libya, tapi merupakan musuh utama sebagian rezim diktator di Arab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar